SEMARANG, Guru besar sejarah Universitas Negeri Semarang(Unnes) Prof Wasino mengapresiasi pengungkapan kasus kuburan massal anggota/simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Kampung Plumbon, Kelurahan Wonosari, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, yangdilakukan pegiat hak azasi manusia, pegiat sejarah, mahasiswa, dan pers.
Menurutnya, peran pers dalam hal ini menjadi sangat penting,sebagai wahana edukasi publik perihal peristiwa Tragedi 1965. “Hal itu pentingmengingat selama ini masyarakat masih takut akan stigma komunis sebagai pihakyang diberangus dalam tragedi kelam pada masa itu,” ujar dia.
Selain media, lanjut dia, pemerintah juga sudah semestinya turut andil dalam upaya edukasi itu. ”Karena masa-masa itu merupakan usaha penghilanganintelektual, apa pun yang berseberangan seakan layak untuk dimusnahkan,” tuturnya.
Namun, Wasino menekankan jika pemberitaan terkait kejadianketika itu jangan mengarah kepada pencarian kebenaran secara subjektif.”Berita harus mengarah kepada tujuan kemanusiaan,” ujar dia. Menurutnya, taksedikit para aktivis kemanusiaan di sejumlah kota yang takut dengan usaha serupa.
“Mereka takut karena mungkin nanti bisa jadi tertuduh. Tapi sekarang zaman sudah berubah, semua serba terbuka dan tidak bisa ditutupi,” katapenulis buku Modernisasi di JantungKebudayaan Jawa itu. Wasino juga menyambut positif upaya penguburan ulang yang digagas pegiat hak asasi manusia dan mahasiswa.
Menurutnya, penghormatanterhadap mereka yang meninggal tidak memandang dosa, kesalahan, apalagi agamaapa yang dianut oleh jenazah. ”Kalau sudah meninggal, jangan bicara lagi soaldosa, tapi hormati mereka sebagai sesama makhluk.”
Pengajar mata kuliah Sejarah Sosial itu juga mengingatkan bahwa tidak semua orang yang terbunuh dalam tragedi tersebut murni terlibat dan memahami ideologi. Dia menjelaskan, pada masa itu situasi serbasulit dan kacau. ”Kalau saya tak senang pada seseorang, bisa asal nunjuk dan mengatakan diasebagai anggota PKI.”
Sumber : Suara Merdeka Online
0 Komentar