cahUnnes.com - Saat kecil, Dwi Pangesti Aprilia bercita-cita menjadi seorang dokter. Namun takdir justru membawanya terjun ke dunia seni. Ia menjadi pelukis sketsa wajah, komik, desain pamflet, hingga life panting atau mural.
Gadis yang disapa Ees ini mengaku, senang menggambar sejak masih berusia 4 tahun. Saat itu, ia senang mencoret-coret tembok. Biasanya, ia menggambar wajah orang. Anehnya, gambar wajah yang dibuat Ees nyaris sama dengan aslinya. Ees mengaku geli saat melihat gambar-gambarnya di masa kecil tersebut.
”Bapak saya saja sampai tidak menyangka kalau anak sekecil saya bisa menggambar wajah orang yang mirip aslinya. Hampir semua tembok di rumah penuh dengan gambar-gambar saya,” ujar putri pasangan Sodikin dan Rutiyah ini sembari tersenyum.
Saat kelas 4 SD, Ees mengaku sudah mengikuti popda seni tingkat Provinsi Jateng. Namun saat itu, ia hanya masuk 10 besar. Ia juga pernah mengikuti lomba lukis tingkat nasional dalam rangka acara amal. Dari 5.000 peserta, ia masuk peringkat ke-173. Bahkan, karya lukisannya itu laku Rp 500 ribu. ”Hasil lelang lukisan itu, saya dapat komisi 40 persen, sedangkan yang 60 persen untuk dana sosial,” katanya.
Selain menyukai seni rupa, Ees juga hobi musik, khususnya aliran musik klasik. Kebetulan ayahnya pemain keyboard yang dulu punya kelompok band sendiri. Mungkin karena itu, Ees jadi tertarik untuk mempelajari sejumlah alat musik. Saat ini, ia mahir memainkan keyboard dan gitar.
”Sebenarnya saya pengin banget belajar biola, tapi tidak dibolehin sama bapak. Karena biola itu rumit dan disarankan belajar gitar, akhirnya saya belajar gitar dan sampai sekarang malah suka banget sama gitar,” jelas dara kelahiran 6 April 1990 ini.
Ees yang tinggal di Gang Kenanga, Banaran, Sekaran, Gunungpati Semarang ini mengungkapkan, bakat melukisnya diturunkan dari darah kakek dan pamannya. Sedangkan saudara-saudaranya tidak ada yang terjun di dunia seni. ”Ayah saya suka seni musik, ibu vokal dan sulam, sedangkan kakak sama adik tidak ada yang tertarik di dunia seni. Kakak saya lebih suka memasak, kalau adik suka otak-atik mesin,” katanya.
Dari bakatnya melukis itu, Ees mampu mengumpulkan pundi-pundi uang sendiri. Ia juga bisa membiayai kuliah sendiri hingga lulus. Ia masih ingat kali pertama mendapat pesanan gambar dibayar Rp 5 ribu-Rp 10 ribu per desain. Pesanan yang diterima seperti sketsa wajah, komik, desain pamflet, hingga mural. Namun kini tarifnya sudah lebih dari itu.
Untuk desain pamflet, ia mematok harga mulai Rp 40 ribu tergantung tingkat kerumitan. Sedangkan sketsa mulai Rp 100 ribu. Untuk tarif pembuatan komik, Ees menawarkan harga mulai Rp 45 ribu per desain. Sejauh ini lukisannya sudah sampai di beberapa kota, seperti Jakarta, Bandung, Bekasi, Kendal, Solo, Surabaya, dan Gorontalo.
Yang menarik, komik hasil karyanya ada yang dijadikan media untuk sosialisasi calon legislatif (celeg). Hal itu baru ia ketahui saat menonton berita di dua stasiun televisi nasional. Komik karyanya itu dipakai Asriati Nadjamuddin, caleg DPR RI Dapil Gorontalo untuk sosialisasi kepada masyarakat.
Komik yang digunakan sebagai kampanye tersebut, dikemas dalam berbagai cerita. Mulai dari bagaimana cara memilih caleg yang baik, hingga penolakan money politics (politik uang) dalam kampanye caleg. Dalam semua cerita di komik tersebut juga terdapat informasi pencalonan Asriati Nadjamuddin sebagai caleg. ”Saya baru nyadar kalo komik yang ditayangkan di Liputan6.com dan berita politik di Trans7 adalah komik buatanku, jadi terharu,” ucapnya.
Ees sendiri kerap diminta membuat sketsa dari para pengisi seminar di kampus Universitas Negeri Semarang (Unnes). Mulai artis, penulis buku, hingga politikus Indonesia. ”Tokoh penting yang pernah saya bikin karikaturnya di antaranya Pak Anis Mata, penulis buku A. Fuadi, artis Oki Setiana Dewi,” tuturnya bangga.
Putri kedua dari tiga bersaudara ini mengaku sangat berkesan ketika diminta untuk membuat karikatur Oki Setiana Dewi dan A. Fuadi yang datang ke Unnes saat seminar buku. Karena pada saat itu, ia yang menjadi moderator.
”Saya bisa ngobrol banyak dengan Oki Setiana Dewi, dan pertama kalinya bisa berjabat tangan. Kebetulan saya ngefans sama dia,” ucapnya sambil tersenyum.
Untuk A. Fuadi, Ees mengaku saat mengambar mood-nya lagi bagus. Sehingga hasilnya sangat memuaskan. ”Hanya dalam waktu dua jam saya menggambar langsung selesai, dan mendapat sambutan luar biasa dari beliau (A. Fuadi, Red),” jelas gadis berjilbab yang aktif di kegiatan kerohanian Islam ini.
Alumnus Seni Rupa Unnes ini mengaku ingin menjadi seorang muslimah yang seniman, yakni membentuk pemikiran dengan seni dan bisa berdakwah. ”Banyak orang berpikir seni itu haram, namun menurut saya tidak semua seni itu haram. Saya ingin sekali bisa berdakwah melalui seni, entah itu lewat desain, komik, ataupun yang lain. Kan bisa dapat dobel. Uang dapat, pahala juga dapat,” ucap pemilik zodiak Aries ini sambil tertawa.
Ke depan, Ees ingin melanjutkan kuliah S2. Meski demikian, ia akan terus mengembangkan kemampuannya melukis. ”Saya ingin berbisnis seni dan menjadi ilustrator buku anak,” katanya. (*)
Sumber : radarpekalonganonline.com
0 Komentar