Jika kita mendengar kata fotografi, ingatan kita akan langsung tertuju pada kamera. Betul tidak? Beberapa yang lain juga akan mengingat foto, pemandangan, foto model, lensa dan lain sebagainya.
Tak sekedar itu tampaknya. Jika kita berkenan merenung, ada banyak sekali pelajaran hidup yang bisa kita dapatkan dari dunia fotografi.
Begini, kita ambil sebuah pemisalan. Ada serombongan fotografer yang dibawa ke suatu tempat untuk mengambil gambar. Sebut saja tempat itu adalah pantai di waktu senja. Mereka dengan segala perlengkapan mengambil foto yang dipunyai, diminta untuk menghasilkan gambar terbaik.
Baiklah, kita perhatikan respon para fotografer itu. Lihat! Beberapa orang akan langsung tertuju pada pemandangan ombak. Beberapa yang lain mengambil gambar kegiatan orang-orang yang asyik bermain di pasir putih dan memotret perahu-perahu nelayan. Ada yang mencari angeltepat untuk mendapatkan siluet terbaik sunset. Sisa rombongan lainnyamenuju batu karang, mengamati kehidupan hewan-hewan kecil di bebatuan itu.
Apakah ada yang bisa kita petik dari peristiwa tersebut? Jawaban saya: ada.
Peristiwa itu mirip sekali dengan kehidupan kita sehari-hari. Yap, kita akan berbicara mengenai sikap. Katakanlah segerombolan itu adalah diri kita dan pantai di waktu senja adalah problematika. Tampaknya kita sebagai individu akan menampilkan sudut pandang berbeda terhadap suatu permasalahan yang sama.
Saya dan Anda dihadapkan pada satu persoalan yang sama, tetapi saya dan Anda belum tentu bersikap dengan cara yang sama bukan? Yap itulah yang dilakukan para fotografer itu, mereka mengambil gambar terbaik versi mereka. Mereka mengartikan pantai sebagai ombak, sebagai aktivitas manusia di sepinggirannya, sebagai perahu nelayan yang ditambatkan pada pathok-pathok kayu. Saya dan Anda mengambil penyikapan yang menurut diri kita masing-masing adalah terbaik.
Masing-masing individu tak bisa dipaksa untuk bersikap dengan cara sama. Karena mereka mengambilangel masing-masing dalam melihat suatu persoalan. Di sinilah letak pembelajaran itu. Bahwa manusia itu unik. Berbeda-beda dalam mengartikan persoalan, berbeda-beda dalam cara pandang. Jangan pernah memaksa untuk sama.
Jika masih mengingat cerita di atas, para fotografer mempunyai perlengkapan memotret masing-masing. Ada yang condong dengan merk kamera ini dan ada pula yang lebih mahir menggunakan merk kamera itu. Ada yang perlengkapannya serba tersedia, lensanya dilengkapi fitur-fitur yang lebih mendukung. Ada pula yang mempunyai keterbatasan fasilitas. Yap, mirip diri saya dan Anda. Ilmu, pengalaman dan nilai yang saya dan Anda pegang pun berbeda-beda
Fasilitas pendukung yang dimiliki fotografer tadi juga mempengaruhi hasil gambar bukan? Yap, bekal-bekal yang kita punya tadi pun memberi pengaruh dalam cara kita menyikapi persoalan.
Ada satu hal unik di sini, masih dengan cerita tadi, para fotografer tidak dilarang untuk belajar dari fotografer lain. Mereka boleh memakai cara yang dipakai fotografer lainnya-yang dianggap mampu menghasilkan gambar terbaik-untuk dipakai juga oleh fotografer lain. Itu artinya? Saya dan Anda boleh untuk saling berbagi. Boleh saling bertanya. Boleh saling belajar. Tentang bagaimana cara terbaik mengambil sikap.
Selaiknya, fotografer yang baik dipengaruhi oleh jam terbang. Jadwal latihan mengambil gambar. Banyaknya foto yang pernah diabadikan. Persis dengan diri kita. Jika sering berlatih dengan persoalan-persoalan, akan semakin bijak dalam mengambil sikap.Mari berhenti mengeluh jika diberi tantangan oleh-Nya. Tidak lain, Dia bermaksud melatih kita. Menempa kita menjadi fotografer kehidupan yang bijak. Fotografer kehidupan yang bijak akan menghasilkan potret kehidupan yang apik dan terbaik. Insyaallaah..
Silsilia Hikmawati, Anggota Komunitas Toekang Poto Indonesia | Follow @liliasoleha
0 Komentar