Memaknai Refleksi Akhir Tahun

DESEMBER terakhir dalam kalender Masehi. Biasanya lembaga dan unit kerja mengadakan acara refleksi akhir tahun. Kegiatan tersebut dihadiri oleh pimpinan dan semua staf di lembaga tersebut. Demikian juga Unnes, banyak unit menyelenggarakan kegiatan tersebut.

Refleksi berasal dari kata reflect, artinya menggambarkan, mencerminkan, dan membayangkan. Maknanya, segala tindakan yang dilaksanakan merupakan gambaran dirinya. Orang dapat memberikan penilaian terhadap tindakan yang telah dilakukannya.

Dalam konteks manajemen modern, refleksi dimaknai evaluasi, yaitu suatu pekerjaan setelah perencanaan dan pelaksanaan. Maknanya, evaluasi dilakukan pada akhir suatu kegiatan. Sifatnya berupa penilaian, perbaikan, masukan terhadap kegiatan yang telah dilakukan, dan menganalisa kegiatan selanjutnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dapat dikatakan, refleksi merupakan perenungan diri terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan.

Apakah kegiatan tersebut berhasil? Ataukah gagal? Bagaimana hambatannya? Apa tantangannya? Bagaimana cara mengatasi masalahnya? Apa saja sumber dayanya? Siapa yang melakukannya? Dengan siapa mereka bekerjasama? Bagaimana cara pembagian kerjanya? Kapan deadline-nya? Dan pertanyaan lainnya.

Pertanyaan-pertanyaan di atas, ada korelasi dengan manajemen. Demikian juga, refleksi akhir tahun berkaitan erat dengan manajemen waktu. Sesungguhnya, waktu itu hidup dan hidup itu menjalani waktu. Menurut pengamatan penulis, ada orang yang “keteter” dalam mengatur waktu kegiatannya. Ada pula, orang yang “longgar” dalam mengatur waktu kegiatannya. Padahal, Tuhan memberikan alokasi waktu pada setiap orang sama, yaitu dua puluh empat jam sehari.

Menurut Davidson (2011) manajemen waktu adalah menyelesaikan sesuatu dengan lebih cepat dan bekerja lebih cerdas. Orang yang mampu mengatur waktu dengan apik, ia akan mengoptimalkan pekerjaannya. Ia berprinsip tidak diatur oleh waktu, tapi ia yang mengatur waktu, untuk memberikan nilai guna (use value) kepada orang lain. Ia tidak ingin menjadi orang yang tak mampu menghargai waktu, karena waktu terus berjalan, tanpa adanya pekerjaan yang dilakukannya.

Waktu ibarat air yang mengalir di sungai, tidak ada suaranya dan tenang. Ia melewati kota, jalan raya, pemukiman, dan lainnya. Begitu juga waktu, akan selalu melewati masa anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua. Lantas, apakah waktu berkata, “Aku waktu, aku waktu, tolong jangan sia-siakan Aku”.

Kita mengenal Mark Zuckerberg, sebagai pemuda penemu facebook pada usia 20 tahun. Merry Riana sebagai pengusaha, penulis dan motivator yang membuktikan suksesnya dengan pengasilan S $ 1.000.000 pada usia 26 tahun. Elang Gumilang sebagai pengusaha kontraktor pada usia 23 tahun. Ia juga, peraih Indonesia’s Top Young Entrepreneur.

Pastinya, mereka adalah orang yang pandai me-manage waktu. Tidak mungkin, mereka bermalas-malasan dalam kesehariannya. Mereka memahami tentang waktu yang tidak bisa kembali (terulang). Oleh karenanya, mereka cerdas membuat perencanaan strategis, memprioritaskan kegiatan yang mendesak, dan menyusun langkah kerja untuk tercapainya tujuan. Mereka hanya kerja, kerja, dan kerja. Mereka mampu menerapkan evaluasi awal (pretest) dan akhir (posttest).

Prestest, mereka gunakan untuk menguji konsep dan mengeksekusi rencana yang telah ditentukan. Sedangkan posttest, mereka gunakan untuk melihat tercapainya suatu tujuan dan dijadikan sebagai masukan serta menganalisa kegiatan selanjutnya.

Simple-nya, tidak ada kegiatan yang “asal jalan”. Semua tertata dengan rapi, sehingga mampu menggunakan sumber daya secara maksimal, mudah dalam berkoordinasi dan memprediksi (forecast) keadaan berikutnya. Melalui cara-cara tersebut, menjadikan mereka menghormati waktu. Menghormati waktu dapat juga dilakukan dengan berbuat baik kepada sesama (amilussolihati). Jika ia melakukan kepada orang lain, maka ia memiliki nilai kemanfaatan, sehingga berdampak pada organisasi ia bekerja.

Dengan demikian, Tuhan pun akan mencintai kepadanya, karena ia bukan termasuk orang yang merugi (khusri). Marilah kita melakukan refleksi akhir tahun dengan me-manage waktu untuk hari esok. Jadilah, kita sebagai orang yang pandai mengatur waktu, bukan orang yang diatur waktu. Jangan biarkan waktu berlalu tanpa makna. Hormatilah waktu dengan berbuat baik, sehingga memberi kemanfaatan untuk orang lain dan lembaga. Semoga, kita tidak termasuk orang yang merugi, karena waktu. Amin

- Agung Kuswantoro, dosen Fakultas Ekonomi Unnes dan penulis buku Mengambil Hikmah dari Kehidupan (2014)

Sumber : Unnes.ac.id

0 Komentar

Posting Komentar